Comments

Gunakan Gawai Secara Cerdas

Posted by at 10.35.00 Read our previous post
Arikel Online - Kaum muda jangan sampai terisolasi dari kehidupan sosial. Ekapisme berupa kecenderungan menghindar dari kenyataan dengan mencari hiburan dan ketentraman di dunia khayal perlu diwaspadai. Kaum muda di tantangan untuk menarik diri dari keramaian serta hiruk pikuk dunia maya. Ajakan itu harus disertai panduan pemakaian teknologi secara cerdas.
Demikian pandangan budayawan Mudji Sutrisno SJ, ahli filsafat A Setyo Wibowo, dan pengamat pendidikan Arief Rachman secara terpisah. Ketiganya dimintai pendapat terkait dengan pernyataan Paus Fransiskus pada sabtu lalu di Brzegi, Polandia. Pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia itu menilai, penggunaan teknologi tak terkendali hanya membawa kebahagiaan semu.
"Kini, keheningan menjadi suatu yang mahal, anak-anak di tarik keluar dari diri mereka oleh sarana komunikasi, kata Mudji. Mudji menyerukan anak-anak muda untuk menarik diri dari keramaian. Intinya jangan sampai mereka diperbudak sarana teknologi, seperti gawai atau komputer, yang membuat terisolasi dari kehidupan sosial. Hal senada disampaikan pengajar sekolah tinggi filsafat Driyarkara, A Setyo Wibowo SJ. Menurut Setyo, anak-anak muda perlu diberi pemahaman bahwa gawai menyimpan ban misteri karena mengajak siapapun masuk kedalam "hutan" yang petanya dikuasai oleh pihak lain. "Data kita langsung dikumpulkan, kebiasaan kita dimonitor tanpa kita tahu yang mengumpulkannya,"ujarnya.
Menurut Setyo, dalam kondisi seperti ini, generasi transisi yang berumur 40-50 tahun (mengalami masa peralihan dari era sebelum internet dan pasca internet) perlu memberi pemahaman kepada kaum muda untuk memakai gawai secara bijak. Ia menambahkan, generasi transisi, entah itu dosen, pemuka agama, atau menteri, bertangungjawab menolong anak-anak muda kita untuk bisa mengambil jarak dan menyadari bahwa gawai hanyalah sarana yang luar biasa pengaruhnya.
Ia mengingatkan, gawai bisa menjadikan terhubung dengan mudah, murah dan cepat. Akan tetapi, teknologi ini juga berpotensi merusak karena bisa menyebarkan pesan radikalisme, provokasi, dan aneka informasi dari akun-akun anonim. Arief Rachman menegaskan perlunya intervensi pendidikan agar pemakaian teknologi dilakukan secara cerdas. Pendidikan yang dimaksud ialah pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal di dapatkan sehari-hari di sekolah, sedang pendidikan non formal didapat dari orang tua. Kegiatan non formal, seperti Pramuka serta aktivitas di mesjid atau gereja, juga perlu di dorong.
Arief mengatakan, harus ada kesinambungan antara sekolah dan keluarga. "Di rumah, orang tua harus tegas terhadap penggunaan gawai. Aturan main di keluarga harus tepat. Di sekolah harus diberikan juga pengetahuan hal-hal mana saja yang baik dan tidak,"ucapnya. Menurut dia, kekuatan emosional, spiritual, dan sosial merupakan tulang punggung pembangunan keberlanjutan. Ketiganya harus diutamakan ketimbang hal yang bersifat akal, individual, dan kemapanan pribadi.
Disisi lain, penolakan terhadap gawai juga bukan sesuatu yang dapat dibenarkan." Jadi, kita tak boleh anti gadget. Namun (gawai) harus dimanfaatkan untuk pembangunan dan pendidikan anak-anak,"ujar Arief. Dalam hal ini, pemerintah perlu tegas dalam penegakan hukum disertai pengawasan yang ketat.
Perempuan
Data kementerian komunikasi dan informatika, menunjukkan, terdapat 88 juta pengguna internet di Indonesia. Sebanyak 51 persen adalah perempuan. "Mayoritas pemakaian internet berupa mengobrol di media sosial, disusul berbelanja dalam jaringan dan membaca berita," kata direktur jenderal teknologi informatika dan komunikasi (TIK) kementerian Kominfo Mariam Barata dalam acara seputar perempuan dan anak (Serempak) pendayagunaan TIK dalam pemberdayaan perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Artikel Online is powered by Blogger